Skip to main content

Posts

Sanju's Magic Pencil and Doraemon's Magic Pocket

We've all experienced childhood. And what is our similarity during childhood? It's probably cartoons, whether watching them or reading them. Back when I was in elementary school, I was grateful because my family could afford to buy us comics regularly. Even my parents regularly took the three of us to Gramedia to buy books. My older sibling collected Detective Conan comics; they would always buy those created by Aoyama Gosho. Meanwhile, my twin and I often bought Doraemon comics. Most of us have read or watched Doraemon at some point. If not, one thing many people know about Doraemon is his magic pocket. Through the pocket in his belly, he can produce anything needed. Imagine if we had a friend like Doraemon? Or what if Doraemon were our own selves? I also remember a fictional character from an Indian TV series named Sanju. He could draw anything and make it real using his magic pencil. One time when he was hungry; he drew curry rice, and it appeared in front of him. The show w...
Recent posts

Lehmann dan Obrolan di Meja Makan

" memang semalam siapa lawan siapa, dek, bolanya? " mami duduk bergabung di meja makan datang dari ruang tamu. " lho, kok tau ada bola? " aku tanya balik, sambil cari di Google hasil pertandingan pembuka Euro tadi malam. " Jerman lawan Skotlandia. menang 5-1 " " ooh. lha itu Joel nanya link di grup. padahal lagi camping, sempet-sempetnya mau nonton, " heran mami. " kamu kok gak nonton? " " enggak, mi " kemarin memang aku terlalu capek. baru sampai rumah jam setengah sepuluh malam setelah seminggu nginep di kantor. antara capek, atau kangen kasur rumah. " semalem kan pulang, mandi, makan sop buntut, langsung naik ke kamar, " jelasku " mami masih inget nggak pemain Jerman jaman dulu? " tanyaku, sambil menyantap sop buntut lagi untuk sarapan " ehm, anu.. Klinsmann " mami memang bukan penggila bola seperti suami dan ketiga anaknya. tapi aku ingat tahun lalu mami pernah nyebutin 9 dari 11 pemain Italia...

Back to Reality

Jam di handphoneku menunjukkan pukul 21.43, itu berarti sudah 15 menit aku menunggu di Indomaret. Di tempat ini menjadi lokasi penjemputan ketika pacarku, Intan, balik ke Surabaya setelah pulang dari kota asalnya Malang menaiki bis. "Tumben kok lama," dalam hatiku. Padahal, sepanjang perjalanan, aku tidak ngebut dan bahkan mengendarai motorku dengan santai berharap supaya bisa datang bersamaan, atau paling tidak waktunya berdekatan. "Ini masih macet di Medaeng ya, Sayang," sebuah notif chat WhatsApp muncul di layar handphoneku. Aku langsung membuka Google Maps dan mencari tahu jarak kedua titik ini. Sudah dekat, cuma berjarak tiga sampai empat menit. "Iya aku tunggu, Sayang," balasku sambil mendongak ke atas melihat langit hanya berharap supaya tidak hujan seperti di rumah saat berangkat tadi. Sambil menunggu Intan, aku memandangi sekeliling. Tidak seperti biasanya, kali ini ramai sekali orang yang menunggu di sini. Banyak yang sudah menunggu jemputan baik...

Resolusi Kecil yang Membutuhkan Komitmen Besar

Bagi sebagian orang, tahun baru adalah sebuah titik penanda untuk melakukan sesuatu. Aku punya teman yang setahun sekali potong rambut di saat Imlek, mungkin baginya penampilan baru di tahun yang baru bisa membawa keberuntungan yang baru pula. Buang sial, istilahnya.. Beberapa orang yang pernah aku ajak ngobrol pun demikian, "Oke, mulai tahun ini aku akan mengurangi merokok." "Besok 2024 minimal sebulan sekali aku datang ke event cosplay." "Aku mau nabung setengah dari gajiku tiap bulan per Januari." Atau banyak resolusi lain yang mungkin kamu sudah rencanakan untuk tahun ini. Begitupun aku, ada janji-janji yang ingin aku tepati di tahun yang baru ini. Puji Tuhan setidaknya dalam sebulan ini aku bisa mencapainya, dan nggak ada salahnya berbangga akan diri sendiri.  Yang pertama. Satu bulan satu buku. Dari dulu aku tahu kalau membaca itu banyak banget manfaatnya, tapi sulit banget untuk dilakukan. Banyak buku yang nggak habis kubaca karena bosan, terdistrak...

Pertama dalam 25 Tahun

Kerja Kerja Kerja Kaya Tipes atau "Makan, kesehatanmu lho." Ada yang sering baca kutipan di atas? Atau juga mungkin ada yang pernah diingatkan tentang waktunya makan dan kesehatannya? Bulan Agustus ini sudah kayak roller coaster kalau buat aku. Di awal bulan ngerayain ulang tahun papi dan mas Daniel, pertengahan bulan having fun , lomba dan seru-seruan dalam rangka 17-an, jalan-jalan dan kulineran bareng teman dekat, eh akhir bulan kesehatan dihajar habis-habisan sampai akhirnya harus nyobain rasanya opname karena tipes. Bukan murni karena load kerja yang bikin jatuh sakit, tapi cerobohnya aku sudah tau kerjaan banyak tapi telat makan. Bahkan kadang cuma makan dua kali, ngirit pikirku. Hasilnya? Berat badan makin turun, dan malah KO. Sebenernya badan udah kasih sinyal untuk istirahat, tapi di dua hari pertama agak dikuat-kuatin karena jadwal kerjaan yang full, sampai akhirnya bu bos tahu dan beliau yang nyuruh istirahat di rumah langsung.  Ternyata hari ketiga badan nggak kun...

Hobi Baru

Belakangan, kalau ditanya "hobimu apa?" aku bakal jawab " traveling" setelah "bermain musik" dan "bermain game." Bukan buat gaya-gayaan semata, toh  aku juga ga sesering itu bepergian, tapi memang aku menikmati ketika kesempatan itu datang. Dan jauh lebih asik ketika melakukan itu semua dengan uang hasil sendiri. It hits different . Nggak berada di rumah setidaknya untuk satu malam selalu mengantarkan ke pengalaman baru. Senang bisa menghabiskan perjalanan bersama teman-teman, bertemu dan ngobrol dengan orang baru, mengunjungi tempat yang asing, dan melakukan kegiatan yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Untuk yang nomor dua, aku sengaja menantang diriku untuk memberanikan diri ngobrol dengan orang baru ketika bepergian. -- Awal Mei kemarin aku ke Tangerang selama lima hari. Hari Minggu, hari ke tiga di sana, aku coba ajak ketemuan teman di tempat kerjaku yang lama, Dinda. Sekarang dia sudah kerja di Jakarta. Memang bukan orang baru sih, tap...

Gemintang

Kapan kali terakhir kamu melihat bintang-bintang dengan jelas di langit malam? -- Sambil mengetik tulisan ini -selain bingung apa yang mau diceritakan-, aku sering menengok ke luar jendela berharap bisa melihat satu titik cahaya kecil di langit dari kamarku. Tapi ternyata nggak ada sama sekali. Bahkan kalau sengaja keluar rumah pun yang nampak hanya bulan, sisanya langit rata berwarna biru-keabuan membosankan. Berbeda dengan malam sekarang, hari Rabu pekan lalu aku bisa lihat banyak bintang. Aku bukan penyuka bintang atau benda-benda angkasa lainnya, apalagi mempelajari dan tertarik tentang astronomi. Aku juga tidak pernah memandangi langit dan menikmatinya sepanjang malam, tapi aku senang karena hanya bisa sekadar lihat bintang bertaburan. Tidak lebih banyak dari langit malam waktu aku di Pulau Rote tujuh tahun lalu, tapi sudah cukup bagi seorang yang tinggal di perkotaan ini. Sedang berdiri di taman memandangi langit, aku berkeliling tanpa alas kaki di atas barisan batu yang sudah di...